Kerajaan Salawati
Kerajaan Salawati
Kerajaan Salawati adalah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Pulau Salawati, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Pusat kerajaan Salawati terletak di kampung Samate yang saat ini terletak di kecamatan Salawati Utara, sehingga disebut juga dengan nama Kerajaan Samate.
Sejarah
Kerajaan Salawati didirikan oleh seorang raja yang berasal dari Waigeo yakni Fun Malaban atau Fun Tusan yang merupakan leluhur dari gelet (klan kecil) Arfan. Dikisahkan saat fun asal Waigeo itu datang, sudah ada penguasa lokal di Pulau Salawati yang bergelar rejao atau jaja ("tuan tanah" dalam bahasa Ma'ya), yang kemudian setuju memberikan hak dan wewenang setingkat raja bagi penguasa asal Waigeo ini setelah memenangkan fasyukul pampon (pertandingan makan).
Menurut cerita keluarga Abdullah Arfan, nenek moyang dinasti Arfan yang bernama Kalewan menikahi muballighah Siti Hawa Farouk yang berasal dari Cirebon, dan mengganti namanya menjadi Bayajid. Dia dipercayai menjadi orang Muslim asal Papua pertama dan diperkirakan kejadian ini terjadi di abad 16. Ia dipercaya merupakan raja ke-4 Salawati.
Salawati juga merupakan kerajaan vasal dari Kesultanan Tidore. Sehingga Raja Salawati seperti leluhurnya Gurabesi memberikan sebagian upeti atau pajak bagi Kesultanan Tidore. Selain itu, Raja Salawati juga dipercayai sebagai pemungut pajak bagi daerah-daerah lain untuk Kesultanan Tidore dengan pelayaran hongi. Seperti catatan tahun 1705 yang mengatakan Sultan Tidore memperoleh upeti dari daerah utara Papua hingga Teluk Cendrawasih yang dipungut oleh Raja Salawati. Selain itu di tahun yang sama, Raja Salawati juga tercatat mengunjungi kampung di Teluk Doreri dekat Manokwari diperkirakan untuk memungut upeti.
Selain itu, kegiatan kerajaan-kerajaan di Raja Ampat adalah berdagang dan merompak. Pada tahun 1653, ekspedisi sebesar 15 kapal yang berasal dari Waigeo dan Salawati menyerang Hitu yang terletak di pesisir utara Pulau Ambon untuk mendapatkan emas dan budak. Walau kejadian yang sama juga menimpa kerajaan di Raja Ampat, pada tahun 1710, ketika Raja Salawati berada di Teluk Cendrawasih, perompak asal Pulau Tidore menawan istri dan anak beserta 150 orang pengikut Raja Salawati. Ia berhasil membebaskan mereka dengan membayar 104 orang budak.
Penyebaran Islam ke Pulau Misool
Berbicara tentang bagaimana masuknya Islam di Pulau Misool dan Kepulauan Raja Ampat pada umumnya tidak lepas dari peran Kerajaan Salawati. Cerita berawal pada suatu hari, ketika raja di Kerajaan Salawati mengadakan acara dan mengundang semua warga termasuk warga Misool yang pada saat itu warga Misool belum menganut agama Islam sementara Raja Salawati sudah terlebih dahulu menganut ajaran Islam. Setelah acara selesai semua warga pulang ke kampung masing-masing, ada satu warga Misool pada saat itu ketiduran sehingga tidak menyadari bahwa semua teman-temannya sudah pulang, orang ini terbangun ketika orang-orang di Kerajaan Salawati membersihkan tempat tersebut dengan menyiram air. Warga yang tertinggal ini kemudian bangun dan mengejar teman-temannya kemudian menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya. Setelah mendengar cerita temannya tersebut, sebagian dari mereka marah dan ingin menyerang Raja Salawati karena mereka berpikir Raja Salawati menganggap mereka kotor sehingga harus membersihkan bekas tempat tidur mereka dengan air, tapi sebagian yang lain mengatakan tidak perlu marah dengan kejadian ini justru dengan kejadian ini kita harus mencari dan belajar ajarannya mereka, setelah berbicara agak lama tercapailah kata sepakat bahwa semua warga Misool yang ikut dalam acara tersebut akan berangkat ke Banda untuk mempelajari ajaran yang dianut Raja Salawati.
Selang beberapa hari kemudian berangkatlah rombongan menuju Banda dengan menggunakan perahu mereka bertekad akan mempelajari ajaran yang sudah dianut oleh Raja Salawati, sampai di Banda rombongan ini sampai pada suatu tempat dimana terdapat sebuah pondok. Rombongan tiba di tempat ini Subuh. Dari kejauhan terdengar suara adzan dari dalam sebuah pondok. Perlahan-lahan rombongan mendekati pondok tersebut dan mengintip apa yang sedang dilakukan orang yang ada didalam pondok. Mereka melihat sepasang suami istri yang sedang melaksanakan shalat kemudian mereka mengintip apa yang dilakukan sepasang suami istri tersebut sambil mereka memikirkan bagaimana cara untuk bisa belajar pada kedua orang tersebut. Setelah sepasang suami istri selesai melaksanakan shalat maka rombongan tersebut masuk ke dalam rumah dan mengepung keduanya. Rombongan ini menculik sepasang suami istri ini dan dibawa ke Misool untuk mengajarkan agama mereka. Bukti keberadaan sepasang suami istri tersebut dapat disaksikan dengan adanya makam keduanya yang terdapat pada Goa Tifale.
Wilayah kekuasaan
Wilayah kekuasaan Kerajaan Salawati meliputi wilayah yang sebagian terdapat di daerah pesisir tanah besar (Papua), Pulau Salawati bagian utara diantara Kampung Walian hingga Kampung Kalawal, sebelah timur Pulau Batanta dari Sungai Suy hingga Pulau Dayan, dan pulau-pulau kecil disekitarnya seperti Pulau Doom, Pulau Jefman, dan Pulau Senapan. Sebagian daerah di Pulau Waigeo sebelah barat Kampung Wawiyai hingga Kampung Salyo juga disebut wilayah kekuasaan raja Salawati. Di tanah besar, kekuasaan Kerajaan Salawati meliputi daerah Asbaken, Makbon di sebelah barat sampai pesisir Katimin yang terletak di sebelah selatan Kota Sorong saat ini.
Daftar penguasa
Abdul Al-Kasim (1873–1890)
Muhammad Aminuddin Arfan (1900–1918)
Bahar Ad-Din Arfan (1918–1935)
Abu Al-Kasim Arfan (1935–?)
Taher Arfan (2001–?)
Rukunuddin Arfan (?)
Hery Arfan (2019–)
Sumber wikipedia